Home Polhukam Muhammad Said Didu : Kondisi BUMN Karya Berada Didasar Jurang Titik Nadir

Muhammad Said Didu : Kondisi BUMN Karya Berada Didasar Jurang Titik Nadir

315
0
SHARE
Muhammad Said Didu : Kondisi BUMN Karya Berada Didasar Jurang Titik Nadir

Keterangan Gambar : Muhammad Said Didu (Foto : man/pp)

JAKARTA www.parahyangan-post.com - “BUMN Karya saat ini benar-benar berada didasar jurang titik nadir, hutangnya membengkak, sahamnya anjlok, margin dan neracanya semakin berat. Dan ini semua hasil kerja rezim yang membangkrutkan BUMN Karya” 

Hal tersebut disampaikan Muhammad Said Didu dalam diskusi yang di gelar oleh Barisan Nusantara (BN), dengan tema “Utang BUMN Karya” di Jakarta, Sabtu (05/08/2023). 

Namun anehnya, lanjut pria yang pernah menduduki jabatan sebagai Sekretaris Kementrian BUMN (2005-2010), apa yang digembar-gemborkan oleh pemerintah saat ini, bahwa BUMN Karya kontraknya naik. 

Said Didu juga menguraikan, ada lima hal yang menyebabkan BUMN Karya saat ini berada dalam titik nadir, yaitu,adanya penugasan pemerintah, perubahan peran perusahaan, pengangkatan direksi yang sembrono dan cawe-cawenya pejabat. 

Bahwa pada (2017) BUMN Karya mencatatkan kenaikan laba bersih, namun peningkatan laba bersih tersebut tidak dibarengi dengan cash flow yang sehat; 

Hal tersebut terjadi akibat gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan BUMN Karya dalam rangka penugasan, namun tidak dibarengi dengan kesiapan keuangan yang memadai. 

Berdasarkan data pemerintah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya cukup menanggung sekitar 7% dari total kebutuhan biaya pembangnan infrstruktur. Sementara sisanya harus ditanggung BUMN yang mendapat penugasan. Akibatnya keuangan BUMN yang bersangkutan menjadi tinggi. BUMN harus mencari sumber-sumber pendanaan baru lewan berbagai skema pinjaman. 

Disisi lain menurut pria yang mempelopori Gerakan Manusia Merdeka, bahwa ada kesalahan fatal dalam BUMN Kaya yang bergerak dalam jasa konstruksi dirubah menjadi developer, dan ini jadi masalah besar, termasuk dalam pembangunan di sektor jalan tol. 

Dia mencontohkan pembangunan jalan tol pada era 2010 sekitar Rp.60 miliar, sekarang bangun jalan tol luar kota Rp.100 miliar per kilometer. Dalam kota Rp.150 miliar per kilometer, begitu juga pembangunan bandara yang tidak layak. 

Pembengkakan utang perusahaan pelat merah bidang konstruksi disebabkan oleh penugasan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Salah satunya terlihat dari dalam pembangunan jalan tol dalam proyek strategis nasional. 

Tak ayal, ia menilai persoalan utang BUMN tak bisa hanya diselesaikan oleh perusahaan yang bersangkutan melainkan juga harus ada campur tangan pemerintah. 

Hal lain yang melilit BUMN Karya adalah masalah pengangkatan direksi, Said Didu menegaskan pentingnya seorang komisaris yang berkualitas. Problemnya saat ini, dalam pengangkatan komisari lebih berdasarkan pada kedekatan, sehingga ada komisaris yang tidak mengerti permasalah dalam BUMN tersebut. 

Kondisi lain yang juga sangat memprihatinkan, bisa juga BUMN Karya ini terkena mafia pembiayaan, dan mafia sub kontraktor. 

“Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi problematika BUMN Karya ini, harus mengurangi hutannya dan menjual asset proyek tersebut,” pungkas Said Didu. 


(man/aboe/pp)