Home Opini Menakar Efektivitas Program Indonesia Pintar

Menakar Efektivitas Program Indonesia Pintar

Oleh : Nabilah S

114
0
SHARE
Menakar Efektivitas Program Indonesia Pintar

Pada tanggal 22 Januari 2024, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, bersama dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, melakukan penyerahan bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dilaksanakan di Gelanggang Olahraga Samapta, Magelang, Jawa Tengah. Nadiem Anwar Makarim melaporkan, hingga 23 November 2023 penyaluran bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) telah mencapai 100 persen target, yaitu telah disalurkan kepada 18.109.119 penerima.

Sebelumnya, setiap tahun bantuan itu menelan anggaran sebesar Rp. 9,7 triliun yang diberikan kepada 17,9 juta pelajar. Pada 2024 ini, Kemendikbudristek menambah sasaran untuk jenjang SMA sebanyak 567.531 pelajar dan jenjang SMK sebanyak 99.104 pelajar. Penambahan jumlah sasaran tersebut bersamaan dengan peningkatan satuan bantuan yang semula Rp. 1.000.000 menjadi Rp. 1.800.000 untuk pelajar SMA dan SMK. Sedangkan untuk jenjang SD senilai Rp. 450.000 per tahun dan SMP Rp. 750.000 per tahun (republika.co.id, 26/01/2024).

Nadiem dan Presiden Joko Widodo mengeklaim, pelaksanaan program PIP adalah bagian dari upaya pemerataan hak dan kualitas pendidikan. Bantuan PIP ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pelajar dalam menimba ilmu di sekolah. Dengan begitu semua anak Indonesia diharapkan dapat merasakan manfaat dari program tersebut. Untuk itu, para pelajar diharapkan pandai mengatur dana bantuan PIP yang sudah diberikan.

Memang sudah seharusnya capaian bantuan dana pendidikan sebesar 100 %. Sayangnya yang dimaksud adalah 100% penyaluran dana yang dialokasikan, itupun secara bertahap, namun belum mencakup 100% jumlah anak didik yang ada. Jumlah bantuan per tahun masih belum sepadan dengan harga-harga kebutuhan sekolah siswa. Contohnya saja untuk jenjang SD. Jumlah bantuan sebesar Rp.450.000 per tahun yang artinya nominal bantuan setiap bulannya hanya senilai Rp.37.500 saja.

Jumlah tersebut tentu saja masih belum cukup untuk membeli kebutuhan sekolah seperti buku tulis, alat tulis, buku pelajaran, baju seragam, juga uang jajan harian anak-anak. 

Belum lagi dengan sejumlah agenda ke luar sekolah yang menjadi agenda wajib sekolah dan seringkali memungut dana  pribadi dari pihak murid. Oleh karena itu, bila menakar keberhasilan PIP sejauh ini,tentu belum dirasa efektifitasnya bagi anak didik.

Ditambah lagi dengan akses pendidikan di Indonesia memang belum merata, juga kondisi sarana prasarana, baik kuantitas ataupun kualitas. Masih banyak perbaikan yang harus dilakukan.  Sebab kualitas pendidikan bukan hanya ditentukan oleh faktor besaran anggaran, namun juga kurikulum dan kualitas sumber daya manusia pendidiknya. 

Sejatinya, problem layanan pendidikan saat ini merupakan dampak dari tata kelola pendidikan yang makin kesini makin kapitalistik, sebab pendidikan hanya diposisikan sebagai jasa komersil yang mendatangkan keuntungan .Akibatnya, pendidikan berkualitas hanya bisa  di akses oleh kalangan tertentu saja. Sedangkan bagi masyarakat kalangan menengah makin berat mengakses pendidikan berkualitas.  Apalagi bagi rakyat kalangan bawah, pendidikan berkualitas semakin jauh dari mereka, bahkan tidak mampu mengakses sama sekali.

PIP hanyalah program setengah hati. Negara terlihat makin tidak serius untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan berkualitas dengan menanggalkan tata kelola ekonomi kapitalistik. Akibatnya, seluruh kalangan masyarakat tanpa terkecuali yang   berkesempatan untuk mendapatkan akses pelayanan  pendidikan berkualitas,  makin jauh dari harapan. 

Namun inilah yang terjadi. Tata kelola pendidikan kapitalistik makin menegaskan bahwa negara hanya memposisikan diri sebagai regulator. Bukan pelayan rakyat atau pengatur urusan umat.

Berbanding terbalik dengan semua itu, sistem pemerintahan Islam justru menyelenggarakan pendidikan sebagai kebutuhan asasi publik. Dalam Islam, pelayanan pendidikan adalah prototipe peradaban masa depan sehingga Islam menjadikan pendidikan sebagai tanggung jawab negar dalam semua aspeknya, baik fisik, SDM,  kurikulum dan hal terkait lainnya. 

Bahkan dalam sistem Islam, pendidikan dikelola sedemikian rupa agar mampu diakses secara gratis oleh semua rakyat. Adapun sumber anggaran pendidikan yang besar didapat dari diterapkannya sistem ekonomi Islam,yang diambil dari pengelolaan sumber daya alam berupa kepemilikan umum dan negara. Semua diatur melalui mekanisme Baitul Mal.

Sistem pendidikan dalam Islam juga mengatur kurikulum terbaik  yang merujuk pada akidah Islam, sehingga mampu mencetak profil generasi berbasis ketakwaan yang kuat imannya, berjiwa pemimpin dan terampil menguasai teknologi. 

Saat Islam dipahami dan diterapkan sebagai aturan kehidupan, umat Islam akan bangkit menjadi umat terbaik, mampu memimpin peradaban, bahkan menebar rahmat ke seluruh alam.[]

 

*Penulis adalah Aktivis Muslimah Kota Depok

 

Video Terkait: