Home Edukasi KAMPUS DAN PERADABAN REMPAH

KAMPUS DAN PERADABAN REMPAH

17
0
SHARE
KAMPUS DAN PERADABAN REMPAH

Keterangan Gambar : Acara resensi buku yang digelar di Universitas MH Thamrin pada Sabtu (6/12) berlangsung dinamis dan sarat gagasan strategis.

JAKARTA II PJMINews —Acara resensi buku yang digelar di Universitas MH Thamrin pada Sabtu (6/12) berlangsung dinamis dan sarat gagasan strategis. Dua buku—Di Atas Bendera Rempah dan Herbal Indonesia serta Perempuan Rempah dan Indonesia Ema—menjadi fokus pembahasan dalam forum akademik yang dihadiri ratusan mahasiswa dan masyarakat umum, dipandu oleh narasumber Firdaus Syamsu, S.IP., MKM., dan moderator Dr. Agus Rizal. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fakultas Komputer.

Kolaborasi Ilmu Komputer dan Rempah-Herbal

Dekan Fakultas Komputer, Dedi Setiadi, ST., MM., membuka kegiatan dengan menegaskan bahwa pengetahuan tentang rempah dan herbal harus menjadi kompetensi dasar lintas disiplin. 

Menurutnya, integrasi teknologi informasi dan ilmu komputasi dengan sektor rempah-herbal dapat melahirkan inovasi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan di masa depan.

Indonesia, Tanah Rempah yang Harus Bangkit Kembali

Dalam paparannya, Firdaus mengingatkan bahwa Indonesia sejak berabad-abad merupakan pusat gravitasi perdagangan rempah dunia. 

Kekayaan ini, katanya, harus kembali ditempatkan sebagai instrumen politik dan ekonomi nasional. 

Ia menekankan pentingnya hilirisasi yang dimulai dari akar budaya: perempuan sebagai motor awal pengolahan rempah menjadi bumbu siap pakai, gourmet blend, serta berbagai produk bernilai tambah tinggi.

“Hilirisasi sejati lahir dari keterampilan masyarakat, bukan semata-mata dari skala industri besar,” tegas Firdaus.

Rempah-Herbal sebagai Dialog Peradaban

Moderator Dr. Agus Rizal membawa diskusi ke ranah filosofis. Menurutnya, rempah, herbal, dan jamu merupakan hasil dialog panjang manusia dengan alam. 

Kekayaan ini adalah warisan peradaban sekaligus amanah yang harus dijaga dan dikembangkan untuk generasi mendatang.

Rempah sebagai Alat Politik dan Ekonomi Global

Dalam sesi tanya jawab, peserta menyoroti bagaimana rempah-herbal dapat menjadi motor ekonomi berkelanjutan Indonesia. 

Firdaus menjawab bahwa semuanya dimulai dari pendidikan publik. “Ketika masyarakat memahami bahwa rempah adalah alat politik dan ekonomi dalam perdagangan internasional, Indonesia dapat bergerak dari sekadar pemasok mentah menjadi pengendali nilai tambah global,” ujarnya.

Suara Penulis: Rempah-Herbal Adalah Identitas Bangsa

Pernyataan penting disampaikan Yaya Sunaryo, salah satu penulis kedua buku yang dibahas. Ia mengungkapkan bahwa karya ini lahir dari kegelisahan mendalam melihat rempah-herbal Indonesia perlahan memudar dari kesadaran publik, padahal permintaan global justru meningkat drastis.

“Seluruh warga negara wajib memahami kembali identitas rempah dan herbal Indonesia, agar kita tidak hanya menjadi penonton di pasar dunia,” ujarnya.

Rempah-Herbal Adalah DNA Nusantara

Acara ditutup dengan penegasan bahwa karya para penulis [Muhammad Zulkarnain, Yaya Sunaryo, Yudhie Haryono, Riskal Arief, Yudi Pratama, Irma Suryani Harahap, dan Asyari Muchtar] mengandung pesan strategis yang tidak boleh diabaikan:
Rempah, herbal dan jamu adalah DNA Nusantara. 

Dahulu menopang ekonomi dunia, kini saatnya kembali menjadi kekuatan utama Indonesia dalam perekonomian global.(rl/pjminews)